listen it

Permasalahan Industrialisasi



  • Keterbatasan teknologi.
  • Kualitas Sumber daya Manusia.
  • Keterbatasan dana pemerintah (selalu difisit) dan sektor swasta.
  • Kerja sama antara pemerintah, industri dan lembaga pendidikan & penelitian masih rendah.
Secara umum, industry manufaktur di Negara-negara berkembang masih terbelakang jika dibandingkan dengan sector yang sama di Negara maju, walaupun di Negara-negara berkembanga ada Negara-negara yang industrinya sudah sangat maju.
Dalam kasus Indonesia, UNIDO (2000) dalam studinya mengelompokkan masalah yang dihadapi industry manufaktur nasional ke dalam 2 kategori, yaitu kelemahan yang bersifat structural dan yang bersifat organisasi.
Kelemahan-kelemahan structural di antaranya:
  • Basis ekspor dan pasarnya yang sempit
  • Empat produk, yakni kayu lapis, pakaian jadi, tekstil dan alas kaki memiliki pangsa 50% dari nilai total manufaktur
  • Pasar tekstil dan pakaian jadi sangat terbatas
  • Tiga Negara (US, Jepang dan Singapura), menyerap 50% dari total ekspor manufaktur Indonesia, sementara US menyerap hampir setengah total nilai ekspor tekstil dan pakaian jadi
  • Sepuluh produk menyumbang 80% seluruh hasil ekspor manufaktur
  • Banyak produk manufaktur padat karya yang terpilih sebagai produk unggulan Indonesia mengalami penurunan harga di pasar dunia akibat persaingan ketat
  • Banyak produk manufaktur yang merupakan ekspor tradisional Indonesia mengalami penurunan daya saing
  • Ketergantungan impor yang sangat tinggi
  • Tidak adanya industry berteknologi menengah
  • Konsentrasi regional
Kelemahan-kelemahan organisasi, di antaranya:
  • Industry skala kecil dan menengah (IKM) masih underdeveloped
  • Konsentrasi pasar
  • Lemahnya kapasitas untuk menyerap dan mengembangkan teknologi
  • Lemahnya SDM






Permasalahan Industri di Indonesia

Industrialisasi di negara berkembang pada umumnya dilakukan sebagai upaya mengganti barang impor, dengan mencoba membuat sendiri komoditi-komoditi yang semula selalu diimpor.  Mengalihkan permintaan impor dengan melakukan pemberdayaan produksi dari dalam negeri. Strategi yang pertama dilakukan adalah pemberlakuan hambatan tarif terhadap impor produk-produk tertentu. Selanjutnya disusul dengan membangun industri domestik untuk memproduksi barang-barang yang biasa di impor tersebut. Ini biasanya dilaksanakan melalui kerja sama dengan perusahaan-perusahaan asing yang terdorong untuk membangun industri di kawasan tertentu dan unit-unit usahanya di negara yang bersangkutan, dengan dilindungi oleh dinding proteksi berupa tarif.
Selain itu, mereka juga diberi insentif-insentif seperti keringanan pajak, serta berbagai fasilitas dan rangsangan investasi lainnya. Untuk industri kecil yang baru tumbuh terutama di negara yang sedang berkembang. Industri yang baru dibangun belum memiliki kemampuan yang memadai untuk berkompetisi secara frontal dengan industri mapan dari negara-negara yang sudah maju. Industri negara maju sudah berada di jalur bisnisnya dalam waktu yang sudah lama dan sudah mampu melakukan efisiensi dalam proses-proses produksinya. Mereka mempunyai informasi dan pengetahuan yang cukup tentang optimisasi proses produksi, situasi dan karateristik pasar, serta kondisi pasar tenaga kerja sehingga mereka mampu menjual produk yang berharga murah di pasar internasional tetapi masih tetap bisa menghasilkan keuntungan yang memadai.


Dibeberapa negara, para produsen domestik mereka tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik tanpa tarif, akan tetapi juga untuk ekspor ke pasar internasional. Hal ini bisa mereka lakukan karena mereka telah mampu menghasilkan produk tersebut dengan struktur biaya yang murah sehingga harga yang ditawarkan sangat kompetitif dan mampu bersaing di pasar luar negeri, maka banyak pemerintahan negara-negara dunia ketiga yang tertarik dan menerapkan strategi industrialisasi substitusi impor tersebut.


Perekonomian nasional memiliki berbagai permasalahan dalam kaitannya dengan sektor industri dan perdagangan:
(1)    Industri nasional selama ini lebih menekankan pada industri berskala luas dan industri teknologi tinggi. Adanya strategi ini mengakibatkan berkembangnya industri yang berbasis impor. Industri-industri tersebut sering terpukul oleh depresiasi mata uang rupiah yang tajam,
(2)    Penyebaran industri belum merata karena masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Industri yang hanya terkonsentrasi pada satu kawasan ini tentulah tidak sejalan dengan kondisi geografis Indonesia yang menyebut dirinya sebagai negara kepulauan.
(3)    Lemahnya kegiatan ekspor Indonesia yang tergantung pada kandungan impor bahan baku yang tinggi, juga masih tingginya tingkat suku bunga pinjaman bank di Indonesia, apalgi belum sepenuhnya Indonesia diterima di pasar internasional
(4)    Komposisi komoditi ekspor Indonesia pada umumnya bukan merupakan komoditi yang berdaya saing, melainkan karena berkaitan dengan tersedianya sumber daya alam - seperti hasil perikanan, kopi, karet, dan kayu. tersedianya tenaga kerja yang murah – seperti pada industri tekstil, alas kaki, dan barang elektronik
(5)    Komoditi primer yang merupakan andalan ekspor Indonesia pada umumnya dalam bentuk bahan mentah sehingga nilai tambah yang diperoleh sangat kecil. Misalnya Indonesia mengekspor kayu dalam bentuk gelondongan, yang kemudian diimpor lagi dalam bentuk mebel karena terbatasnya penguasaan desain dan teknologi.
(6)    Masih relatif rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hal ini sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan formal dan pola pelaksanaan pelatihan yang cebderung masih bersifat umum dan kurang berorientasi pada perkembangan kebutuhan dunia usaha. Selain itu, rendahnya kualitas sumber daya manusia akibat dari pola penyerapan tenaga kerja di masa lalu yang masih mementingkan pada jumlah tenaga manusia yang terserap. ketimbang kualitas tenaga manusianya

0 komentar:

Posting Komentar

  © NOME DO SEU BLOG

Design by Emporium Digital