Macam-macam perjanjian dan perikatan
MACAM-MACAM PERJANJIAN
MACAM-MACAM PERIKATAN
Macam-macam Perikatan Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata
Ketentuan diatas sebenarnya merupakan pendorong bagi debitur untuk memenuhi perikatannya karena apabila ia lalai dalam melaksanakannya dia dikenai suatu hukuman tertentu, yang tentu saja akan membawa kerugian baginya karena dengan hukuman tersebut kewajiban akan semakin besar.
Sumber:
http://spsiadira.blogspot.co.id/2013/04/macam-macam-perjanjian-berikut-contohnya.html
http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.co.id/2013/06/macam-macam-perikatan.html
1. Perjanjian Jual Beli
Dalam surat ini disebutkan bahwa pihak penjual diwajibkan
menyerahkan suatu barang kepada pihak pembeli. Sebaliknya, pihak pembeli
diwajibkan menyerahkan sejumlah uang (sebesar harga barang tersebut) kepada
pihak penjual sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Setelah
penandatanganan surat tersebut, kedua belah pihak terikat untuk menyelesaikan
kewajiban masing masing. Setiap pelanggaran atau kelainan dalam memenuhi
kewajiban akan mendatangkan konsekuensi hokum karena pihak yang dirugikan
berhak mengajukan tuntutan atau klaim.
2. Perjanjian Sewa Beli ( angsuran)
Surat ini boleh dinyatakan sama dengan surat jual beli. Bedanya
harga barang yang di bayarkan oleh pihak pembeli dilakukan dengan cara
mengangsur. Barangnya diserahkan kepada pihak pembeli setelah surat perjanjian
sewa beli ditandatangani. Namun hak kepemilikan atas barang tersebut masih
berada di tangan pihak penjual. Jadi sebelum pembayaran atas barang tersebut
masih di angsur, pihak pembeli masih berstatus sebagai penyewa. Dan selama itu
pihak pembeli tidak berhak menjual barang yang disebutkan dalam perjanjian sewa
beli tersebut. Selanjutnya hak milik segera jatuh ke tangan pembeli saat
pembayaran angsuran/cicilan terakhir dilunasi.
3. Perjanjian Sewa Menyewa
Perjanjian ini merupakan suatu persetujuan antara pihak yang
menyewakan dan pihak yang menyewa., dimana pihak yang menyewa (pihak 1)
berjanji menyerahkan suatu barang (tanah, bangunan, dll) kepada pihak penyewa
(pihak II) selama jangka waktu yang di tentukan kedua belah pihak. Sementara
itu pihak penyewa di wajibkan membayar sejumlah uang tertentu atas pemakaian
barang tersebut.
4. Perjanjian Borongan
Perjanjian ini dibuat antara pihak pemilik proyek dan pihak
pemborong, dimana pihak pemborong setuju untuk melaksanakan pekerjaan borongan
sesuai dengan syarat syarat/spesifikasi serta waktu yang di tetapkan/disepakati
oleh kedua belah pihak. Untuk itu pihak pemilik proyek wajib memebayar sejumlah
uang tertentu (harga pekerjaan borongan) yang telah di sepakati kedua belah
pihak kepada pihak pemborong
5. Perjanjian Meminjam Uang
Surat perjanjian ini merupakan persetujuan antara pihak piutang
dengan pihak berhutang untuk menyerahkan sejumlah uang. Pihak yang berpiutang
meminjamkan sejumlah uang kepada pihak yang meminjam, dan pihak peminjam wajib
membayar kembali hutang tersebut ditambah dengan buang yang biasanya dinyatakan
dalam persen dari pokok pinjaman, dalam jangka waktu yang telah disepakati.
6. Perjanjian Kerja
Pada dasarnya surat perjanjian kerja dan perjanjian jual beli
adalah sama. Yang membedakan adalah obyek perjanjiannya. Bila dalam surat perjanjian
jual beli objeknya adalah barang atau benda, maka objek dalam surta perjanjian
kerja adalah jasa kerja dan pelayanan Para pihak dalam surat perjanjian kerja
adalah majikan (pemilik usaha) dan pekerja (penyedia jasa).
MACAM-MACAM PERIKATAN
Macam-macam Perikatan Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata
Macam-macam perikatan dapat dibedakan atas
beberapa macam, yakni :
1. Menurut isi dari pada prestasinya :
a. Perikatan positif dan perikatan negatif
Perikatan positif adalah periktan yang prestasinya berupa
perbuatan positif yaitu memberi sesuatu dan berbuat sesuatu. Sedangkan
perikatan negatif adalah perikatan yang prestasinya berupa sesuatu perbuatan
yang negatif yaitu tidak berbuat sesuatu.
b. Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan
Perikatan sepintas lalu adalah perikatan yang
pemenuhan prestasinya sukup hanya dilakukan dengan satu perbuatan saja dalam
dalam waktu yang singkat tujuan perikatan telah tercapai.
c. Perikatan alternatif
Perikatan alternatif adalah perikatan dimana
debitur dibebaskan untuk memenuhi satu dari dua atau lebih prestasi yang
disebutkan dalam perjanjian.
d. Perikatan fakultatif
Perikatan fakultatif adalah periktan yang
hanya mempunyai satu objek prestasi.
e. Perikatan generik dan spesifik
Perikatan generik adalah perikatan dimana obyeknya hanya
ditentukan jenis dan jumklah barang yang harus diserahkan. Sedangkan perikatan
spesifik adalah perikatan dimana obyeknya ditentukan secara terinci sehingga
tampak ciri-ciri khususnya.
f. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tak dapat dibagi
Perikatan yang dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya
dapat dibagi, pembagian mana tidak boleh mengurangi hakikat prestasi itu.
Sedangkan perikatan yang tak dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya tak
dapat dibagi.
2. Menurut subyeknya
a. Perikatan tanggung-menanggung (tanggung
renteng)
Perikatan tanggung-menanggung adalah perikatan dimana debitur
dan/atau kreditur terdiri dari beberapa orang.
b. Perikatan pokok dan tambahan
Perikatan pokok dan tambahan adalah perikatan anatar debitur dan
kreditur yang berdiri sendiri tanpa bergantung kepada adanya perikatan yang
lain. Sedangkan perikatan tambahan adalah perikatan antara debitur dan kreditur
yang diadakan sebagai perikatan pokok.
3. Menurut mulai berlakunya dan berakhirnya
a. Perikatan bersyarat
Perikatan bersyarat adalah perikatan yang lahirnya mauypun
berakhirnya (batalnya) digantungkan pada suatu pristiwa yang belum dan tidak
tentu terjadi.
b. Perikatan dengan ketetapan waktu
Perikatan dengan ketetapan waktu adalah perikatan yang
pelaksanaanya ditangguhkan sampai pada suatu waktu ditentukan yang pasti akan
tiba, meskipun mungkin belum dapat dipastikan waktu yang dimaksud akan tiba.
B. Macam-macam Perikatan Menurut Undang-undang
Perikatan (BW)
Macam-macam perikatan dapat dibedakan atas
beberapa macam, yakni :
1. Perikatan bersyarat (voorwaardelijk)
Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan
yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu
akan atau terjadi. Mungkin untuk memperjanjikan bahwa perikatan itu barulah
akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu timbul itu. Suatu perjanjian yang
demikian itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang
menunda atau mempertangguhkan (opschortende voorwaarde).
Menurut Pasal 1253 KUHperdata tentang perikatan bersyarat “suatu perikatn
adalah bersyarat mankala ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan
datang dan yang masih belum terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga
terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan menurut terjadi
atau tidak terjadinya peristiwa tersebut”.
Pasal ini menerangkan tentang perikatan
bersyarat yaitu perikatan yang lahir atau berakhirnya digantungkan pada suatu
peristiwa yang mungkin akan terjadi tetapi belum tentu akan terjadi atau belum
tentu kapan terjadinya. Berdasarkan pasal ini dapat diketahui bahwa perikatan
bersyarat dapat dibedakan atas dua, yakni: a. Perikatan dengan syarat tangguh;
b. Perikatan dengan syarat berakhir.
a. Perikatan dengan syarat tangguh
Apabila syarat “peristiwa” yang dimaksud itu terjadi, maka
perikatan dilaksanakan (pasal 1263 KUHpdt). Sejak peristiwa itu terjadi,
keawjiban debitor untuk berprestasi segera dilaksanakan. Misalnya, A setuju
apabila B adiknya mendiami paviliun rumahnya setelah B menikah. Nikah adalah
peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadi. Sifatnya
menangguhkan pelaksanaan perikatan, jika B nikah A wajib menyerahkan paviliun
rumahnya untuk didiami oleh B.
b. Perikatan dengan syarat batal
Perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila “peristiwa” yang
dimaksud itu terjadi (pasal 1265 KUHpdt). Misalnya, K seteju apabila F kakaknya
mendiami rumah K selam dia tugas belajar di Inggris dengan syarat bahwa F harus
mengosongkan rumah tersebut apabila K selesai studi dan kembali ketanah air.
Dalam contoh, F wajib menyerahkan kembali rumah tersebut kepada K adiknya.
Istilah syarat berakhir dan bukan syarat batal
yang digunakan karena istilah syarat berakhir tersebut lebih tepat, istilah
syarat batal pada umumnya mengesankan adanya sesuatu secara melanggar hukum
yang mengakibatkan batalnya perikatan tersebut dan memang perjanjian tersebut
tidal batal, tetapi berakhir, dan berakhirnya perikatan tersebut atas
kesepakatan para pihak sedangkan kalau batal adalah kalau perjanjian tersebut
dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak atau batal demi hukum.
2. Perikatan Dengan ketetapan Waktu (tidjsbepaling)
Maksud syarat “ketetapan waktu” ialah bahwa
pelaksanaan perikatan itu digantungkan pada waktu yang ditetapkan. Waktu yang
ditetapkan itu adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan terjadinya sudah pasti,
atau berupa tanggal yang sudah tetap. Contonya:”K berjanji pada anak
laki-lakinya yang telah kawin itu untuk memberikan rumahnya, apabila bayi yang
sedang dikandung isterinya itu telah dilahirkan”[9].
Menurut KUHperdata pasal 1268 tentang
perikatan-perikatan ketetapan waktu, berbunyi “ suatu ketetapan waktu
tidak, menangguhkan perikatan, melainkan hanya menangguhkan pelaksanaanya”. Pasal
ini menegaskan bahwa ketetapan waktu tudak menangguhkan lahirnya perikatan,
tetapi hanya menangguhkan pelaksanaanya.Ini berarti bahwa perjajian dengan
waktu ini pada dasarnya perikatan telah lahir, hanya saja pelaksanaanya yang
tertunda sampai waktu yang ditentukan.
Perbedaan antara suatu syarat dengan ketetapan
waktu ialah yang pertama, berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu
atau tudak akan terlaksana. Sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti
akan datang, meskipun belum dapat ditentukan kapan datangnya. Misalnya
meninggalnya seseorang. Cocontoh-contoh suatu perikatan yang digantungkan pada
suatu ketetapan waktu, banyak sekali dalam praktek seperti perjanjian
perburuhan, suatu hutang wesel yang dapat ditagih suatu waktu setelahnya
dipertunjukan dan lain sebagainya.
3. Perikatan mana suka (alternatif)
Pada perikatan mana suka objek prestasinya ada
dua macam benda. Dikatan perikatan mana suka keran dibitur boleh memenuhi
presatasi dengan memilih salah satu dari dua benda yang dijadikan objek
perikatan. Namun, debitur tidak dapat memaksakan kreditur untuk menerima
sebagian benda yang satu dan sebagian benda yang lainnya. Jika debitur telah
memenuhi salah satu dari dua benda yang ditentukan dalam perikatan, dia
dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak milik prestasi itu ada pada debitor jika
hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditor.
Menurut pasal 1272 KUHperdata tentang mengenai
perikatan-perikatan mana suka (alternatif) berbunyi, “tentang
perikatan-perikatan mana suka debitur dibebaskan jika ia menyerahkan salh satu
dari dua barang yang disebutkan dalam perikatan, tetapi ia tidak dapat memaksa
kreditor untuk menerima kreditor untuk sebagian dari barang yang satu dan
sebagian dari barang yang lainnya”. Dalam perikatan alternatif ini
debiturtelah bebas jika telah menyerahkan salh satu dari dua atau lebih barang
yang dijadikan alternatif pemebayaran. Misalnya, yang diajadikan alternatif
adalah dua ekor sapi atau dua ekor kerbau maka kalau debitur menyerahkan dua
ekor sapi saja debitur telah dibebaskan.
Walaupun demikian, debitur tdak dapat
memaksakan kepada kreditur untuk menerima sebagian dari barang yang satu dan
sebagian barang lainnya. Jadi, debitur tidak dapat memaksa kreditor untuk
menerima seekor sapi dan seekor kerbau.
4. Perikatan tanggung menanggung atau tanggung
renteng (hoofdelijk atau solidair)
Ini adalah suatu perikatan diaman beberapa
orang bersama-sam sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang
yang menghutangkan atau sebaliknya. Beberapa orang bersama-sama berhak menagih
suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan ini,
sedikit sekali terdapat dalam praktek. Bebrapa orang yang bersama-sama
mengahadapi orang berpiutang atau penagih hutang, masing-masing dapat dituntut
untuk membayar hutang itu seluruhnya. Tetapi jika salah satu membayar, maka
pemabayaran ini juga membaskan semua temen-temen yang berhutang. Itulah yang
dimaksud suatu periktan tanggung-menanggung. Jadi, jika dua A dan B secara
tangggung-menanggung berhutang Rp. 100.000, kepada C maka A dan B masing-masing
dapat dituntut membayar Rp. 100.000,-.
Pada dasarnya perikatan tannggung menanggung
meliputi, (a). Perikatan tanggung menanggung aktif, (b). Perikitan tanggung
menanggung pasif.
a. Perikatan tanggung menanggung aktif
Perikatan tanggung menanggung aktif terjadi apabila pihak
kreditor terdiri dari beberapa orang. Hak pilih dalam hal ini terletak pada
debitor. Perikatan tanggung menanggung aktif ini dapat dilihat pada pasal 1279
menyebutkan : “ adalah terserah kepada yang berpiutang untuk memilih
apakah ia akan membayar utang kepada yang 1 (satu) atau kepada
yang lainnya diantara orang-orang yang berpiutang, selama ia belum digugat oleh
salah satu. Meskipun pembebasan yang diberikan oleh salah satu orang
berpiutangdalam suatu perikatan tanggung-menanggung, tidak dapat membebaskan
siberutang untuk selebihnya dari bagian orang yang berpiutang tersebut”.
b. Perikatan tanggung menanggung pasif
Perikatan tanggung menanggung pasif terjadi apabila debitor
terdiri dari beberapa orang. Contoh “ X tidak berhasil memperoleh
pelunasan pelunasan puitanggya dari debitor Y, dalam hal ini X masih dapat
menagih kepada debitor Z yang tanggung menanggung dengan Y. Dengan demikian
kedudukan kreditor lebih aman”.
5. Perikatan yang dapat dibagi dan perikatan yang
tidak dapat dibagi
Suatu perikatan dapat dikatakan dapat dibagi
atau tidak dapat dibagi jika benda yang menjadi objek perikatan dapat atau
tidak dapat dibagi menurut imbangan lagi pula pembagian itu tidak boleh
mengurangi hakikat dari prestasi tersebut. Jadi, sifat dapat atau tidak dapat
dibagi itu berdasarkan pada.:
a. Sifat benda yang menjadi objek perikatan
b. Maksud perikatannya, apakah itu dapat atau
tidak dapat dibagi.
Persoalan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi
itu mempunyai arti apabila dalam perikatan itu terdapat lebih dari seorang
debitor atau lebih dari sorang kreditor. Jika hanya seorang kreditor perikatan
itu dianggap sebagai tidak dapat dibagi.
6. Perikatan dengan penetapan hukuman (strabeding)
Untuk mencegah jangan sampai si berhutang
dengan mudah saja melaikan kewajibannya dalam praktek banyak dipakai perjanjian
diamana siberhutang dikenakan suatu hukuman apabila ia tidak menepati janjinya.
Hukuman itu, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya
merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri
oleh para pihak yang membuat perjanjian itu.
Menurut pasal 1304 tentang mengenai perikatan-perikatan dengan ancaman hukuman,
berbunyi “ anman hukuman adalah suatu ketentuan sedemikian rupa dengan
mana seorang untuk imbalan jaminan pelaksanaan suatu perikatan diwajibkan
melakukan sesuatu manakala perikatan itu tidak dipenuhi”.
Ketentuan diatas sebenarnya merupakan pendorong bagi debitur untuk memenuhi perikatannya karena apabila ia lalai dalam melaksanakannya dia dikenai suatu hukuman tertentu, yang tentu saja akan membawa kerugian baginya karena dengan hukuman tersebut kewajiban akan semakin besar.
Sumber:
http://spsiadira.blogspot.co.id/2013/04/macam-macam-perjanjian-berikut-contohnya.html
http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.co.id/2013/06/macam-macam-perikatan.html
0 komentar:
Posting Komentar