PRINSIP-PRINSIP ETIKA IFAC, AICPA, DAN IAI
KODE ETIK IFAC
Kode
etik yang disusun oleh SPAP adalah kode etik International Federations
of Accountants(IFAC) yang diterjemahkan, jadi kode etik ini bukan
merupakan hal yang baru kemudian disesuaikan dengan IFAC, tetapi
mengadopsi dari sumber IFAC. Jadi tidak ada perbedaaan yang signifikan
antara kode etik SAP dan IFAC. Adopsi etika oleh Dewan SPAP tentu
sejalan dengan misi para akuntan Indonesia untuk tidak jago kandang.
Apalagi misi Federasi Akuntan Internasional seperti yang disebut
konstitusi adalah melakukan pengembangan perbaikan secara global profesi
akuntan dengan standard harmonis sehingga memberikan pelayanan dengan
kualitas tinggi secara konsisten untuk kepentingan publik. Seorang
anggota IFAC dan KAP tidak boleh menetapkan standar yang kurang tepat
dibandingkan dengan aturan dalam kode etik ini. Akuntan profesional
harus memahami perbedaaan aturan dan pedoman beberapa daerah juridiksi,
kecuali dilarang oleh hukum atau perundang-undangan
Prinsip-prinsip Fundamental Etika IFAC :
- Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya.
- Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah penguruh orang lain sehinggamengesampingkan pertimbangan bisnis dan professional.
- Kompetensi profesional dan kehati-hatian. Seorang akuntan profesionalmempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk menjaminseorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten yangdidasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini. Seorangakntan profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar profesional haus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar profesionaldan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa profesional.
- Seorang akuntan profesional harus menghormati kerhasiaaninformasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnisserta tidak boleh mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izinyng enar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya.
- Perilaku Profesional. Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapatmendiskreditkan profesi.
KODE PERILAKU PROFESIONAL AICPA
Kode
etik profesi di definisikan sebagai pegangan umum yang mengikat setiap
anggota, serta sutu pola bertindak yang berlaku bagi setiap anggota
profesinya. Alasan utama diperlukannya tingkat tindakan profesional yang
tinggi oleh setiap profesi adalah kebutuhan akan keyakinan publik atas
kualitas layanan yang diberikan oleh profesi, tanpa memandang masing –
masing individu yang menyediakan layanan tersebut.
Etika
secara garis besar dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau
nilai moral. Setiap organisasi memiliki rangkaian nilai seperti itu,
meskipun kita memperhatikan atau tidak memperhatikannya secara
eksplisit. Kebutuhan akan etika dalam masyarakat cukup penting, sehingga
banyak nilai etika yang umum dimasukkan ke dalam undang-undang.
Perilaku
etika merupakan fondasi peradaban modern menggarisbawahi keberhasilan
berfungsinya hampir setiap aspek masyarakat, dari kehidupan keluarga
sehari-hari sampai hukum, kedokteran,dan bisnis. Etika (ethic) mengacu
pada suatu sistem atau kode perilaku berdasarkan kewajiban moral yang
menunjukkan bagaimana seorang individu harus berperilaku dalam
masyarakat.
Perilaku
etika juga merupakan fondasi profesionalisme modern. Profesionalisme
didefinisikan secara luas, mengacu pada perilaku, tujuan, atau kualitas
yang membentuk karakter atau member ciri suatu profesi atau orang-orang
profesional. Seluruh profesi menyusun aturan atau kode perilakuyang
mendefinisikan perilaku etika bagi anggota profesi tersebut. Kode
perilaku profesional terdiri dari : Prinsip – prinsip, Peraturan Etika,
Interpretasi atas Peraturan Etika dan Kaidah Etika.
Kode Perilaku Profesional AICPA terdiri atas dua bagian:
- Prinsip-prinsip Perilaku Profesional (Principles of Profesionnal Conduct); menyatakan tindak – tanduk dan perilaku ideal.
- Aturan Perilaku (Rules of Conduct); menentukan standar minimum.
Enam Prinsip-prinsip Perilaku Profesional:
- Tanggung jawab: Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, anggota harus melaksanakan pertimbangan profesional dan moral dalam seluruh keluarga.
- Kepentingan publik: Anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak dalam suatu cara yang akan melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen pada profesionalisme.
- Integritas: Untuk mempertahankan dan memperluas keyakinan publik, anggota harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesional dengan perasaan integritas tinggi.
- Objektivitas dan Independesi: Anggota harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari konflik penugasan dalam pelaksanaan tanggung jawab profesional.
- Kecermatan dan keseksamaan: Anggota harus mengamati standar teknis dan standar etik profesi.
- Lingkup dan sifat jasa: Anggota dalam praktik publik harus mengamati Prinsip prinsip Perilaku Profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan diberikan.
KODE ETIK IAI
Kode
etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang
secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak
benar dan tidak baik bagi profesional. Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia adalah aturan perilaku, etika akuntan dalam memenuhi tanggung
jawab profesionalnya
Aturan
etika IAI-KASP memuat tujuh prinsip-prinsip dasar perilaku etis auditor
dan empat panduan umum lainnya berkenaan dengan perilaku etis
tersebut.
Ketujuh prinsip dasar IAI tersebut adalah:
- · Integritas
Integritas
berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena
menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran. Integritas tidak
hanya berupa kejujuran tetapi juga sifat dapat dipercaya, bertindak
adil dan berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini ditunjukkan oleh
auditor ketika memunculkan keunggulan personal ketika memberikan
layanan profesional kepada instansi tempat auditor bekerja dan
kepada auditannya.
- · Obyektivitas
Auditor
yang obyektif adalah auditor yang tidak memihak sehingga independensi
profesinya dapat dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau
tindakan, ia tidak boleh bertindak atas dasar prasangka atau
bias, pertentangan kepentingan, atau pengaruh dari pihak lain.
Obyektivitas ini dipraktikkan ketika auditor mengambil
keputusan-keputusan dalam kegiatan auditnya. Auditor yang obyektif
adalah auditor yang mengambil keputusan berdasarkan seluruh bukti yang
tersedia, dan bukannya karena pengaruh atau berdasarkan pendapat atau
prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh orang lain.
- · Kompetensi dan Kehati-hatian
Agar
dapat memberikan layanan audit yang berkualitas, auditor harus memiliki
dan mempertahankan kompetensi dan ketekunan. Untuk itu auditor harus
selalu meningkatkan pengetahuan dan keahlian profesinya pada tingkat
yang diperlukan untuk memastikan bahwa instansi tempat ia
bekerja atau auditan dapat menerima manfaat dari layanan
profesinya berdasarkan pengembangan praktik, ketentuan,
danteknik-teknik yang terbaru. Berdasarkan prinsip dasar ini,
auditor hanya dapat melakukan suatu audit apabila ia memiliki
kompetensi yang diperlukan atau menggunakan bantuan tenaga ahli yang
kompeten untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara memuaskan.
- · Kerahasiaan
Auditor
harus mampu menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperolehnya
dalam melakukan audit, walaupun keseluruhan proses audit mungkin
harus dilakukan secara terbuka dan transparan. Informasi tersebut
merupakan hak milik auditan, untuk itu auditor harus memperoleh
persetujuan khusus apabila akan mengungkapkannya,
kecuali adanya kewajiban pengungkapan karena peraturan
perundang-undangan. Kerahasiaan ini harus dijaga sampai kapanpun bahkan
ketika auditor telah berhenti bekerja pada instansinya. Dalam prinsip
kerahasiaan ini juga, auditor dilarang untuk menggunakan
informasi yang dimilikinya untuk kepentingan pribadinya, misalnya
untuk memperoleh keuntungan finansial.
- · Prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi berikut:
Pengungkapan
yang diijinkan oleh pihak yang berwenang, seperti auditan dan
instansi tempat ia bekerja. Dalam melakukan pengungkapan ini, auditor
harus mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak, tidak hanya dirinya,
auditan, instansinya saja, tetapi juga termasuk pihak-pihak lain
yang mungkin terkena dampak dari pengungkapan informasi ini.
- · Ketepatan Bertindak
Auditor
harus dapat bertindak konsisten dalam mempertahankan reputasi
profesi serta lembaga profesi akuntan sektor publik dan menahan diri
dari setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan lembaga profesi atau
dirinya sebagai auditor profesional. Tindakan-tindakan yang tepat ini
perlu dipromosikan melalui kepemimpinan dan keteladanan. Apabila
auditor mengetahui ada auditor lain melakukan tindakan yang tidak benar,
maka auditor tersebut harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan
untuk melindungi masyarakat, profesi, lembaga profesi, instansi tempat
ia bekerja dan anggota profesi lainnya dari tindakan-tindakan auditor
lain yang tidak benar tersebut.
- · Standar teknis dan professional
Auditor
harus melakukan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku,
yang meliputi standar teknis dan profesional yang relevan. Standar ini
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik
Indonesia. Pada instansi-instansi audit publik, terdapat juga standar
audit yang mereka tetapkan dan berlaku bagi para auditornya,
termasuk aturan perilaku yang ditetapkan oleh instansi tempat ia
bekerja. Dalam hal terdapat perbedaan dan/atau pertentangan antara
standar audit dan aturan profesi dengan standar audit dan aturan
instansi, maka permasalahannya dikembalikan kepada masing-masing
lembaga penyusun standar dan aturan tersebut.
SUMBER :
ETIKA PROFESI BISNIS, AKUNTANSI DAN AUDITING
ETIKA PROFESI BISNIS
Menurut (Sonny Keraf, 1998,
dikutip oleh Arijanto, 2011), prinsip-prinsip etika bisnis meliputi :
1. Prinsip
otonomi
Sikap dan
kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya
tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
2. Prinsip
kejujuran
Kegiatan bisnis
tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil jika tidak didasarkan atas kejujuran.
a.
Jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian
dan kontrak.
b.
Kejujuran dalam penawaran barang atau jasa
dengan mutu dan harga yang sebanding.
c.
Jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu
perusahaan.
3. Prinsip
keadilan
Menuntut agar
setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai
kriteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
4. Prinsip
saling menguntungkan (mutual benefit principle)
Menuntut agar
bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
5. Prinsip
integritas
Dihayati sebagai
tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu
menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan, karyawan, maupun
perusahaannya.
ETIKA PROFESI AKUNTANSI
A.
Pengertian Etika Profesi Akuntansi
Etika Profesi
Akuntansi yaitu suatu ilmu yang membahas perilaku perbuatan baik dan buruk
manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang
membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai
Akuntan.
B.
Prinsip-prinsip Etika Profesi Akuntansi
1.
Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2.
Kepentingan Publik
Dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari
klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia
bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan
integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
3.
Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk,
bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima
jasa.
4.
Obyektivitas
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan
nilai atas jasa yang diberikan anggota.
5.
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya
dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan.
6.
Kerahasiaan
Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati
kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui
jasa profesional yang diberikannya, anggota bisa saja mengungkapkan kerahasiaan
bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum yang mengungkapkannya.
7.
Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi.
8.
Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya
sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan.
ETIKA PROFESI AUDITING
A.
Etika Profesional
Etika secara
harfiah bermakna pengetahuan tentang azas-azas akhlak atau moral. Etika secara
terminologi kemudian berkembang menjadi suatu konsep yang menjelaskan tentang
batasan baik atau buruk, benar atau salah, dan bisa atau tidak bisa, akan suatu
hal untuk dilakukan dalam suatu pekerjaan tertentu.
1.
Peranan Etika dalam Profesi Auditor
Audit membutuhkan pengabdian yang besar pada
masyarakat dan komitmen moral yang tinggi. Masyarakat menuntut untuk memperoleh
jasa para auditor publik dengan standar kualitas yang tinggi, dan
menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri.
Itulah sebabnya profesi auditor menetapkan standar
teknis dan standar etika yang harus dijadikan panduan oleh para auditor dalam
melaksanakan audit Standar etika
diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai orang
kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan.
2.
Pentingnya Nilai-Nilai Etika dalam Auditing
Beragam
masalah etis berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan auditing. Banyak
auditor menghadapi masalah serius karena mereka melakukan hal-hal kecil yang
tak satu pun tampak mengandung kesalahan serius, namun ternyata hanya
menumpuknya hingga menjadi suatu kesalahan yang besar Untuk itu pengetahuan
akan tanda-tanda peringatan adanya masalah etika akan memberikan peluang untuk
melindungi diri sendiri
B.
Dilema Etika dan Solusinya
Dilema etika
adalah Situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan
tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya. Terdapat dua faktor utama yang mungkin
menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni:
1.
Standar etika orang tersebut berbeda dengan
masyarakat pada umumnya. Misalnya, seseorang menemukan dompet berisi uang di
bandar udara (bandara). Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di
tempat terbuka. Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga
dan teman-temannya, yang bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa dia telah
menemukan dompet dan mengambil isinya.
2.
Orang tersebut secara sengaja bertindak tidak
etis untuk keuntungan diri sendiri. Misalnya, seperti contoh di atas, seseorang
menemukan dompet berisi uang di bandara. Dia mengambil isinya dan membuang
dompet tersebut di tempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut.
Pemecahan Dilema Etika
Pendekatan enam langkah berikut
ini merupakan pendekatan sederhana untuk memecahkan dilema etika:
1.
Dapatkan fakta-fakta yang relevan
2.
Identifikasi isu-isu etika dari fakta-fakta yang
ada
3.
Tentukan siapa dan bagaimana orang atau kelompok
yang dipengaruhi oleh dilema etika
4.
Identifikasi alternatif-alternatif yang tersedia
bagi orang yang memecahkan dilema etika
5.
Identifikasi konsekuensi yang mungkin timbul
dari setiap alternative
6.
Tetapkan tindakan yang tepat.
C.
Kebutuhan Khusus Akan Kode Etik Profesi
Perlunya Etika
Profesional bagi Organisasi Profesi :
1.
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada
masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya.
2.
Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa
akuntan publik akan menjadi lebih tinggi jika profesi tersebut menerapkan
standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan
oleh anggota profesinya.
tulisan
Hak Cipta :
Hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
Hak Paten :
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1)
Sementara itu, arti Invensi dan Inventor (yang terdapat dalam pengertian di atas, juga menurut undang-undang tersebut, adalah):
Merek :
Hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
Hak Paten :
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1)
Sementara itu, arti Invensi dan Inventor (yang terdapat dalam pengertian di atas, juga menurut undang-undang tersebut, adalah):
- Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 2)
- Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 3)
Merek :
Merek
Merek adalah suatu tanda yang berupa gambar, nama , huruf, angka,
susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki
daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
Merek Jasa
merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan
oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum
untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Merek Kolektif
Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan atau jasa
yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang dan atau
jasa sejenis lainnya.
Fungsi merk
Pemakaian merek berfungsi sebagai :
- Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain.
- Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut mereknya.
- Sebagai jaminan atas mutu barangnya.
- Menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan.
Fungsi Pendaftaran Merek
- Sebagai alat bukti pemilik yang berhak atas merek yang didaftarkan
- Sebagai dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk barang/jasa sejenisnya
- Sebagai dasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang/jasa sejenisnya
Pemohon
Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan yaitu :
- Orang/perorangan.
- Perkumpulan.
- Badan Hukum (CV, Firma,Perseroan).
Lisensi
Pemilik merek terdaftar berhak memberikan lisensi dengan perjanjian
bahwa lisensi akan menggunakan merek tersebut untuk sebagian atau
seluruh jenis barang atau jasa. Perjanjian lisensi wajib dimohonkan
pencatatannya pada Direktorat Jenderal Hak Kekakayaan Intelektual dengan
dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian lisensi
berlaku pada pihak-pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga.
Dasar perlindungan Merek
Undang Undang No 15 Tahun 2001 tentang merek (Undang-Undang Merek)
Pengalihan Merek
Merek terdaftar dialihkan dengan cara :
- Pewaarisan.
- Wasiat.
- Hibah.
- Perjanjian.
- Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
II. LINGKUP MEREK
Merek Yang Tidak Dapat Didaftar
Merek tidak dapat didaftarkan karena merek tersebut :
- Didaftarkan oleh pemohon yang beritikad tidak baik
- Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas, kesusilaan, atau ketertiban umum.
- Tidak memiliki daya pembeda.
- Telah menjadi milik umum; atau
- Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya (ps 4 & ps5 UUM)
Hal yang menyebabkan suatu permohonan merek harus ditolak oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
- Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dulu untuk barang dan atau jasa yang sejenis
- Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenalmilik pihak lain untuk barang dan atau jasa yang sejenis
- Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal untuk barang dan atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang diterapkan dengan peraturan pemerintah.
- Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal
- Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak
- Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emlem negara atau lembaga nasional maupun internasional kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang
- Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) atau hak pemulia tanaman adalah hak kekayaan intelektual yang diberikan kepada pihak pemulia tanaman atau pemegang PVT untuk memegang kendali secara eksklusif terhadap bahan perbanyakan (mencakup benih, stek, anakan, atau jaringan biakan) dan material yang dipanen (bunga potong, buah, potongan daun) dari suatu varietas tanaman baru untuk digunakan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Suatu kultivar
yang didaftarkan untuk mendapatkan PVT harus memiliki karakteristik
berikut ini : baru, unik, seragam, stabil, dan telah diberi nama. Hak
ini merupakan imbalan atas upaya yang dilakukan pemulia dalam merakit
kultivar yang dimuliakannya, sekaligus untuk melindungi konsumen
(penanam bahan tanam atau pengguna produk) dari pemalsuan atas produk
yang dihasilkan dari kultivar tersebut. Sedangkan Pengertian
Perlindungan Varietas Tanaman menurut UU PVT UU NO 29 Tahun 2000 Pasal
1(1) adalah : Perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam
hal ini diwakili oleh pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh
Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman yang
dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
Tata Letak Sirkuit terpadu :
Apakah yang dimaksud dengan hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu ?
Untuk memudahkan pengertian secara garis besar istilah “Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu” dibagi dua yaitu : “Desain Tata Lletak” dan
“Sirkuit Terpadu”, yang masing-masing pengertiannya adalah sebagai
berikut :
Sirkuit terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah
jadi, yang didalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya
satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau
seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu didalam sebuah
bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi
elektronik.
Desain tata letak adalah kreasi berupa rancangan perletakan tiga
dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen
tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi
dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut
dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu.
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hak eksklusif yang
diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil
kreasinya, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak
tersebut.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu.
- Undang-undang Republik Indonesia No. 32 tahun 2000 tentang desain tata letak sirkuit terpadu, yang mulai berlaku sejak 20 desember 2006.
- Peraturan pemerintah republik Indonesia No. 9 tahun 2006 tentang tata cara permohonan pendaftaran desain tata letak sirkuit terpadu.
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang mendapat perlindungan.
- ¨Yang orisinal. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dinyatakan orisinal apabila desain tersebut merupakan hasil karya mandiri pendesain dan bukan merupakan tiruan dari hasil karya pendesain lain.
- ¨Yang bukan merupakan sesuatu yang umum (common) bagi pendesain;
- ¨Yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama atau kesusilaan.
Desain Industri adalah
suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau
warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk
tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat
diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai
untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau
kerajinan tangan.
Hak Desain Industri adalah hak eksklusif
yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada Pendesain atas
hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu dan hak mengajukan gugatan
secara perdata dan/atau tuntutan secara pidana kepada siapapun yang
dengan sengaja dan tanpa hak membuat, memakai, menjual, mengimpor,
mengekspor, dan atau mengedarkan barang yang diberi hak Desain Industri.
Hak Prioritas
Hak prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris Convention for protection of Industrial Property atau Agreement Establishing the World Trade Organization untuk
memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan dinegara asal merupakan
tanggal prioritas dinegara tujuan yang juga anggota salah satu dari
kedua perjanjian itu selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun
waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris Convention tersebut.
Permohonan dengan menggunakan hak
prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan
terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pertama kaliditerima
negara lain yang merupakan Anggota Paris Convention for Protection of Industrial Property atau Agreement Establishing the World Trade Organization.
Lingkup Desain Industri yang mendapat perlindungan hukum.
Desain Industri yang mendapatkan perlindungan adalah Desain Industri yang baru.
Desain Industri dianggap baru apabila
pada tanggal penerimaan, desain industri tersebut tidak sama atau
berbeda dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya, meskipun terdapat
kemiripan.
Pengungkapan sebelumnya, sebagaimana dimaksud adalah pengungkapan Desain Industri yang sebelum:
- Tanggal penerimaan; atau
- Tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan hak prioritas telah diumumkan atau digunakan di indonesia atau diluar Indonesia.
Suatu Desain Industri tidak dianggap
telah diumumkan apabila dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan
sebelum tanggal penerimaannya, apabila Desain Industri tersebut :
- Telah dipertunjukan dalam suatu pameran nasional ataupun international di Indonesia atau diluar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi; atau
- Telah digunakan di Indonesia oleh pendesain dalam rangka percobaan dengan tujuan pendidikan, penelitian, atau pengembangan;
- Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau kesusilaan.
Jangka Waktu Perlindungan
Perlindungan terhadap hak desain industri diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak penerimaan.
Subyek Hak Desain industri
- Yang berhak memperoleh hak desain industri adalah pendesain atau yang menerima hak tersebut dari pendesain
- Dalam hal pendesain terdiri atas beberapa orang secara bersama, hak desain industri diberikan kepada mereka secara bersama, kecuali jika diperjanjikan lain.
- Jika suatu desain industri dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaanya, atau yang dibuat orang lain berdasarkan pesanan, pemegang hak desain industri adalah pihak yang untuk dan/atau dalam dinasnya desain industri itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pendesain apabila penggunaan desain industri itu diperluas sampai luar hubungan dinas.
- Jika suatu desain industri dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, orang yang membuat desain industri itu dianggap sebagai pendesain dan pemegang hak desain industri, kecuali jika diperjanjian lain antara kedua pihak.
Syarat Mendapat Tanggal Penerimaan
- Mengisi Formulir Permohonan
- Melampirkan contoh fisik atau gambar, atau foto dan uraian dari desain industri yang dimohonkan pendaftarannya,
- Membayar biaya permohonan
Apabila Terdapat Kekurangan Persyaratan
Apabila terdapat kekurangan dalam pemenuhan syarat-syarat dan kelengkapan permohonan, DJHKI akan memberitahukan kepada pemohon atau kuasanya agar segera memenuhi kekurangan tersebut dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan kekurangan tersebut, dan dapat diperpanjang untuk paling lama 1 (satu) bulan atas permintaan pemohon.
Apabila kekurangan tersebut tidak dipenuhi, DJHKI akan memberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya bahwa permohonannya dianggap ditarik kembali.
Dasar pemberian Hak Desain Industri.
Hak Desain Industri diberikan atas dasar permohonan.
Hak Pemegang Desain Industri
- Hak eksklusif, yaitu hak untuk melaksanakan hak desain industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberi hak desain industri.
- Hak mengajukan gugatan secara perdata dan/atau tuntutan secara pidana kepada siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak membuat, memakai, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberi hak desain industri.
Pengajuan Permohonan
Permohonan dapat diajukan lebih dari satu desain industri dengan syarat desain-desain tersebut merupakan satu kesatuan desain industri atau yang memiliki kelas yang sama. Contoh dari satu kesatuan desain industri adalah seperangkat barang misalkan teko, cangkir, gelas, dan toples yang memiliki konfigurasi atau komposisi garis atau warna yang sama atau memiliki kesamaan bentuk.
sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
https://id.wikipedia.org/wiki/Paten
http://www.patenindonesia.co.id/merek/apa-yang-dimaksud-merek/
https://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_Varietas_Tanaman
http://www.dgip.go.id/desain-industri
http://www.patenindonesia.co.id/desain-industri/
http://www.patenindonesia.co.id/desain-industri/desain-tata-letak-sirkuit-terpadu/
kasus perlindungan konsumen
Di
Surabaya, seorang advokat menggugat Lion selaku pemilik Maskapai Penerbangan
Wings Air di karena penerbangan molor 3,5 jam. Maskapai tersebut digugat oleh
seorang advokat bernama DAVID ML Tobing. DAVID, lawyer yang tercatat beberapa
kali menangani perkara konsumen, memutuskan untuk melayangkan gugatan setelah
pesawat Wings Air (milik Lion) yang seharusnya ia tumpangi terlambat paling
tidak sembilan puluh menit.
Kasus ini terjadi pada 16 Agustus lalu ia berencana terbang dari Jakarta ke Surabaya, pukul 08.35 WIB. Tiket pesawat Wings Air sudah dibeli. Hingga batas waktu yang tertera di tiket, ternyata pesawat tak kunjung berangkat. DAVID mencoba mencari informasi, tetapi ia merasa kurang mendapat pelayanan. Pendek kata, keberangkatan pesawat telat dari jadwal.
DAVID menuding Wings Air telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan keterlambatan keberangkatan dan tidak memadainya layanan informasi petugas maskapai itu di bandara. Selanjutnya DAVID mengajukan gugatan terhadap kasus tersebut ke pengadilan untuk memperoleh kerugian serta meminta pengadilan untuk membatalkan klausul baku yang berisi pengalihan tanggung jawab maskapai atas keterlambatan, hal mana dilarang oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Sebagai maskapai penerbangan swasta terbesar di Indonesia, Lion Air bolak-balik mendapat komplain dari penumpang. Bahkan tidak sedikit komplain ini masuk hingga ke pengadilan.
Kasus ini terjadi pada 16 Agustus lalu ia berencana terbang dari Jakarta ke Surabaya, pukul 08.35 WIB. Tiket pesawat Wings Air sudah dibeli. Hingga batas waktu yang tertera di tiket, ternyata pesawat tak kunjung berangkat. DAVID mencoba mencari informasi, tetapi ia merasa kurang mendapat pelayanan. Pendek kata, keberangkatan pesawat telat dari jadwal.
DAVID menuding Wings Air telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan keterlambatan keberangkatan dan tidak memadainya layanan informasi petugas maskapai itu di bandara. Selanjutnya DAVID mengajukan gugatan terhadap kasus tersebut ke pengadilan untuk memperoleh kerugian serta meminta pengadilan untuk membatalkan klausul baku yang berisi pengalihan tanggung jawab maskapai atas keterlambatan, hal mana dilarang oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Sebagai maskapai penerbangan swasta terbesar di Indonesia, Lion Air bolak-balik mendapat komplain dari penumpang. Bahkan tidak sedikit komplain ini masuk hingga ke pengadilan.
Dalam catatan detikcom, Selasa
(4/9/2012), perusahaan berlogo kepala singa ini pernah digugat Rp 10 miliar
oleh pengusaha De Neve Mizan Allan. Pengusaha di bidang otomotif ini menuduh
Lion Air telah melakukan refund tiket pesawat miliknya tanpa persetujuannya.
Tidak terima, lalu Lion Air
menggugat balik penumpang tersebut. Lion Air menuding penggugat sebagai
penyebab keterlambatan penerbangan dari Bandara Ngurah Rai menuju
Soekarno-Hatta. Lion Air menuntut penggugat membayar biaya avtur selama 20
menit sebesar Rp 11,6 juta, pemeliharaan pesawat sebesar US$ 36,6 dan menuntut
ganti rugi gaji pilot senilai US$ 73,3 dan biaya extend bandara Rp 1 juta.
Analisa Kasus di atas
Untuk menganalisa kasus tersebut lebih jauh sebagai
suatu tindak pidana ekonomi maka harus dikaji terlebih dahulu mengenai apa yang
dimaksud dengan hukum pidana ekonomi dan Hukum Perlindungan Konsumen sebagai
salah satu bentuk Hukum Pidana Ekonomi dalam arti luas, bahwa yang dimaksud
dengan Hukum Pidana Ekonomi sebagaimana disebutkan oleh Prof. Andi Hamzah
adalah bagian dari Hukum Pidana yang mempunyai corak tersendiri, yaitu
corak-corak ekonomi. Hukum tersebut diberlakukan untuk meminimalisir tindakan yang
menghambat perekonomian dan kemakmuran rakyat. Dalam Hukum Pidana Ekonomi,
delik atau tindak pidana ekonomi dibagi dalam 2 bentuk yakni delik atau tindak
pidana ekonomi dalam arti sempit maupun delik atau tindak pidana ekonomi dalam
arti luas. Yang dimaksud dengan tindak pidana ekonomi dalam arti sempit adalah
tindak pidana ekonomi yang secara tegas melanggar Undang-Undang 7/DRT/1955.
Sedangkan yang dimaksud dengan tindak pidana ekonomi dalam arti luas adalah
tindak pidana yang bertentangan dengan Undang-Undang 7/DRT/1955 serta
undang-undang lain yang mengatur tentang tindak pidana ekonomi.
Dalam kasus yang menimpa DAVID, Tindakan yang dilakukan oleh pihak Manajemen Wings Air dengan mencantumkan klausula baku pada tiket penerbangan secara tegas merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum perlindungan konsumen, sehingga terhadapnya dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana ekonomi dalam arti luas.
Bila berbicara tentang hukum perlindungan konsumen maka kita harus pula membicarakan tentang UU. RI No. 8 Tahun 1999 (UUPK). UUPK lahir sebagai jawaban atas pembangunan dan perkembangan perekonomian dewasa ini. Konsumen sebagai motor penggerak dalam perekonomian kerap kali berada dalam posisi lemah atau tidak seimbang bila dibandingkan dengan pelaku usaha dan hanya menjadi alat dalam aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha. Berdasarkan Penjelasan umum atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen dalam perdagangan adalah tingkat kesadaran konsumen masih amat rendah yang selanjutnya diketahui terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Mengacu pada hal tersebut, UUPK diharapkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Sehingga diharapkan segala kepentingan konsumen secara intigrative dan komprehensif dapat dilindungi.
Perlindungan konsumen sebagaimana pasal 1 ayat (1)
menyebutkan arti dari perlindungan konsumen yakni : segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi kepada konsumen. Sedangkan arti yang tidak
kalah penting ialah Konsumen, yakni setiap orang pemakai barang dan/atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Kata tidak
diperdagangkan ini berarti konsumen yang dilindungi ialah konsumen tingkat
akhir dan bukanlah konsumen yang berkesempatan untuk menjual kembali atau
reseller consumer. Asas yang terkandung dalam UU Perlindungan Konsumen dapat
dibagi menjadi menjadi 5 asas utama yakni :
Ø Asas
Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen
dan pelaku usaha secara keseluruhan.
Ø Asas
Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan
memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya
dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
Ø Asas
Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku
usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
Ø Asas
Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
Ø Asas
Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh
keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum. Perlindungan konsumen sesuai dengan pasal 3 Undang-undang
Perlindungan Konsumen, bertujuan untuk Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan
kemandirian konsumen untuk melindungi diri, Mengangkat harkat dan martabat
konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang
dan/atau jasa, Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen, Menciptakan sistem perlindungan konsumen
yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi, Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab
dalam berusaha, Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan
dan keselamatan konsumen. Sedangkan ketentuan mengenai sangsi pidana dari
Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang diatur dalam 3 pasal yakni Pasal 61,
62 dan 63. Hukum pidana berlaku secara Ultimuum Remedium mengingat penyelesaian
sengketa konsumen dalam UUPK juga mengenal adanya penyelesaian melalui
alternative penyelesaian sengketa, Hukum Administrasi dan Hukum Perdata. Tindakan
Wings Air mencantumkan Klausula baku pada tiket penerbangan yang dijualnya,
dalam hal ini menimpa DAVID, secara tegas bertentangan dengan Pasal 62 Jo.
Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perlindungan Konsumen dimana
terhadapnya dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling
banyak RP. 2.000.000.000,- ,namun dengan tidak mengesampingkan prinsip Ultimum
Remedium. Yang dimaksud dengan Klausula baku adalah segala klausula yang dibuat
secara sepihak dan berisi tentang pengalihan tanggung jawab dari satu pihak
kepada pihak yang lain. Sebagaimana ditentukan berdasarkan Pasal 18 UUPK yakni:
a. Pelaku usaha dalam menawarkan barang/jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.
b. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
c. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat dinyatakan batal demi hukum.
d. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang ini. Selanjutnya berdasarkan penjelasan Pasal 18 ayat (1) UUPK disebutkan bahwa tujuan dari pelarangan adalah semata-mata untuk menempatkan kedudukan Konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Selain itu khusus mengenai penerbangan, berdasarkan konvensi Warsawa ditentukan perusahaan penerbangan tidak boleh membuat perjanjian yang menghilangkan tanggung jawabnya. Dalam kasus disebutkan bahwa, pada tiket penerbangan yang diperjualbelikan memuat klausul “Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian apapun juga yang ditimbulkan oleh pembatalan dan/atau keterlambatan pengangkutan ini, termasuk segala kelambatan datang penumpang dan/atau kelambatan penyerahan bagasi”. Berdasarkan pendapat saya, hal tersebut jelas merupakan suatu bentuk klausula baku mengingat klausul yang termuat dalam tiket tersebut dibuat secara sepihak oleh pihak Manajemen Wings Air yang berisikan pengalihan tanggungjawab dalam hal terjadi kerugian dari pihak manajemen kepada penumpang. Atas dimuatnya klausula tersebut jelas dapat merugikan kepentingan konsumen. Penyedia jasa dapat serta merta melepaskan tanggungjawabnya atas kerugian yang timbul baik yang ditimbulkan oleh penyedia jasa sendiri maupun konsumen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Wings Air selaku peusahaan milik Lion Air bertentangan dengan pasal 18 UUPK dan Konvensi Warsawa tentang penerbangan.
Terkait dengan penegakan hukum perlindungan konsumen, khususnya mengenai
pelarangan pemasukan Klausula Baku dalam setiap aktivitas perdagangan, menurut
pendapat saya belum berjalan dengan efektif dan sesuai harapan. Disana-sini
penggunaan klausula tersebut masih marak dan cukup akrab dalam setiap aktivitas
perekonomian. Selain itu, sampai sejauh ini pun penggunaan sangsi pidana belum
pernah diterapkan dalam setiap tindakan pencantuman klausula baku. Hal tersebut
menurut pendapat saya merupakan indikator bahwa Undang-Undang No.8 Tahun 1999
belum ditaati dan diterapkan dengan baik melainkan sejauh ini baru samapi pada
tahap pemahaman dan sosialisasi. Dapat disimpulkan, sebagai bagian dari hukum
yang memuat ketentuan tentang pidana perekonomian, lahirnya Undang-undang
Perlindungan Konsumen menunjukan bahwa kegiatan atau aktivitas perdagangan dan
perekonomian telah berkembang sedemikian rupa dan kompleks sehingga kehadiran
Undang-Undang No.7/DRT/1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi dirasa tidak lagi
mumpuni dalam meminimalisir itikad jahat pelaku ekonomi terhadap konsumen.
Kehadiran UUPK jelas memperkaya khazanah Hukum Pidana Ekonomi Indonesia dan membuatnya selalu dinamis dan tidak tertinggal di belakang dalam mengikuti perkembangan social yang ada pada masyarakat. Mengingat sesungguhnya tujuan diadakannya Hukum Pidana Ekonomi bukanlah hanya untuk menerapkan norma hukum dan menjatuhkan sanksi hukum pidana sekedar sebagai pencegahan atau pembalasan, akan tetapi mempunyai tujuan jauh untuk membangun perekonomian dan mengejar kemakmuran untuk seluruh rakyat sebagaimana disebutkan oleh Prof. Bambang Purnomo.
Kehadiran UUPK jelas memperkaya khazanah Hukum Pidana Ekonomi Indonesia dan membuatnya selalu dinamis dan tidak tertinggal di belakang dalam mengikuti perkembangan social yang ada pada masyarakat. Mengingat sesungguhnya tujuan diadakannya Hukum Pidana Ekonomi bukanlah hanya untuk menerapkan norma hukum dan menjatuhkan sanksi hukum pidana sekedar sebagai pencegahan atau pembalasan, akan tetapi mempunyai tujuan jauh untuk membangun perekonomian dan mengejar kemakmuran untuk seluruh rakyat sebagaimana disebutkan oleh Prof. Bambang Purnomo.
Sumber : http://erikababan.blogspot.co.id/2013/02/kasus-tentang-perlindungan-konsumen.html
http://koruahades.wordpress.com/2012/06/24/hak-perlindungan-konsumen/
Reported Speech
Reported Statements
When do we use reported speech? Sometimes someone says a sentence, for example "I'm going to the cinema tonight". Later, maybe we want to tell someone else what the first person said.
Here's how it works:
We use a 'reporting verb' like 'say' or 'tell'. If this verb is in the present tense, it's easy. We just put 'she says' and then the sentence:
(As I'm sure you know, often, we can choose if we want to use 'that' or not in English. I've put it in brackets () to show that it's optional. It's exactly the same if you use 'that' or if you don't use 'that'.)
But, if the reporting verb is in the past tense, then usually we change the tenses in the reported speech:
* doesn't change.
Occasionally, we don't need to change the present tense into the past if the information in direct speech is still true (but this is only for things which are general facts, and even then usually we like to change the tense):
Click here for a list of all the reported speech exercises.
Reported Questions
So now you have no problem with making reported speech from positive and negative sentences. But how about questions?
In fact, it's not so different from reported statements. The tense changes are the same, and we keep the question word. The very important thing though is that, once we tell the question to someone else, it isn't a question any more. So we need to change the grammar to a normal positive sentence. A bit confusing? Maybe this example will help:
Another example:
So much for 'wh' questions. But, what if you need to report a 'yes / no' question? We don't have any question words to help us. Instead, we use 'if':
Reported Requests
There's more! What if someone asks you to do something (in a polite way)? For example:
To report a negative request, use 'not':
And finally, how about if someone doesn't ask so politely? We can call this an 'order' in English, when someone tells you very directly to do something. For example:
Time Expressions with Reported Speech
Sometimes when we change direct speech into reported speech we have to change time expressions too. We don't always have to do this, however. It depends on when we heard the direct speech and when we say the reported speech.
For example:
It's Monday. Julie says "I'm leaving today".
If I tell someone on Monday, I say "Julie said she was leaving today".
If I tell someone on Tuesday, I say "Julie said she was leaving yesterday".
If I tell someone on Wednesday, I say "Julie said she was leaving on Monday".
If I tell someone a month later, I say "Julie said she was leaving that day".
So, there's no easy conversion. You really have to think about when the direct speech was said.
Here's a table of some possible conversions:
sumber : http://www.perfect-english-grammar.com/reported-speech.html
When do we use reported speech? Sometimes someone says a sentence, for example "I'm going to the cinema tonight". Later, maybe we want to tell someone else what the first person said.
Here's how it works:
We use a 'reporting verb' like 'say' or 'tell'. If this verb is in the present tense, it's easy. We just put 'she says' and then the sentence:
- Direct speech: I like ice cream.
- Reported speech: She says (that) she likes ice cream.
(As I'm sure you know, often, we can choose if we want to use 'that' or not in English. I've put it in brackets () to show that it's optional. It's exactly the same if you use 'that' or if you don't use 'that'.)
But, if the reporting verb is in the past tense, then usually we change the tenses in the reported speech:
- Direct speech: I like ice cream.
- Reported speech: She said (that) she liked ice cream.
Tense | Direct Speech | Reported Speech |
---|---|---|
present simple | I like ice cream | She said (that) she liked ice cream. |
present continuous | I am living in London | She said (that) she was living in London. |
past simple | I bought a car | She said (that) she had bought a car OR She said (that) she bought a car. |
past continuous | I was walking along the street | She said (that) she had been walking along the street. |
present perfect | I haven't seen Julie | She said (that) she hadn't seen Julie. |
past perfect* | I had taken English lessons before | She said (that) she had taken English lessons before. |
will | I'll see you later | She said (that) she would see me later. |
would* | I would help, but.. | She said (that) she would help but... |
can | I can speak perfect English | She said (that) she could speak perfect English. |
could* | I could swim when I was four | She said (that) she could swim when she was four. |
shall | I shall come later | She said (that) she would come later. |
should* | I should call my mother | She said (that) she should call her mother |
might* | "I might be late" | She said (that) she might be late |
must | "I must study at the weekend" | She said (that) she must study at the weekend OR She said she had to study at the weekend |
Occasionally, we don't need to change the present tense into the past if the information in direct speech is still true (but this is only for things which are general facts, and even then usually we like to change the tense):
- Direct speech: The sky is blue.
- Reported speech: She said (that) the sky is/was blue.
Click here for a list of all the reported speech exercises.
Reported Questions
So now you have no problem with making reported speech from positive and negative sentences. But how about questions?
- Direct speech: "Where do you live?"
In fact, it's not so different from reported statements. The tense changes are the same, and we keep the question word. The very important thing though is that, once we tell the question to someone else, it isn't a question any more. So we need to change the grammar to a normal positive sentence. A bit confusing? Maybe this example will help:
- Direct speech: "Where do you live?"
- Reported speech: She asked me where I lived.
Another example:
- Direct speech: "where is Julie?"
- Reported speech: She asked me where Julie was.
Direct Question | Reported Question |
---|---|
Where is the Post Office, please? | She asked me where the Post Office was. |
What are you doing? | She asked me what I was doing. |
Who was that fantastic man? | She asked me who that fantastic man had been. |
So much for 'wh' questions. But, what if you need to report a 'yes / no' question? We don't have any question words to help us. Instead, we use 'if':
- Direct speech: "Do you like chocolate?"
- Reported speech: She asked me if I liked chocolate.
Direct Question | Reported Question |
Do you love me? | He asked me if I loved him. |
Have you ever been to Mexico? | She asked me if I had ever been to Mexico. |
Are you living here? | She asked me if I was living here. |
Reported Requests
There's more! What if someone asks you to do something (in a polite way)? For example:
- Direct speech: "Close the window, please"
- Or: "Could you close the window please?"
- Or: "Would you mind closing the window please?"
- Reported speech: She asked me to close the window.
Direct Request | Reported Request |
Please help me. | She asked me to help her. |
Please don't smoke. | She asked me not to smoke. |
Could you bring my book tonight? | She asked me to bring her book that night. |
Could you pass the milk, please? | She asked me to pass the milk. |
Would you mind coming early tomorrow? | She asked me to come early the next day. |
- Direct speech: "Please don't be late."
- Reported speech: She asked us not to be late.
And finally, how about if someone doesn't ask so politely? We can call this an 'order' in English, when someone tells you very directly to do something. For example:
- Direct speech: "Sit down!"
- Reported speech: She told me to sit down.
Direct Order | Reported Order |
Go to bed! | He told the child to go to bed. |
Don't worry! | He told her not to worry. |
Be on time! | He told me to be on time. |
Don't smoke! | He told us not to smoke. |
Sometimes when we change direct speech into reported speech we have to change time expressions too. We don't always have to do this, however. It depends on when we heard the direct speech and when we say the reported speech.
For example:
It's Monday. Julie says "I'm leaving today".
If I tell someone on Monday, I say "Julie said she was leaving today".
If I tell someone on Tuesday, I say "Julie said she was leaving yesterday".
If I tell someone on Wednesday, I say "Julie said she was leaving on Monday".
If I tell someone a month later, I say "Julie said she was leaving that day".
So, there's no easy conversion. You really have to think about when the direct speech was said.
Here's a table of some possible conversions:
now | then / at that time |
today | yesterday / that day / Tuesday / the 27th of June |
yesterday | the day before yesterday / the day before / Wednesday / the 5th of December |
last night | the night before, Thursday night |
last week | the week before / the previous week |
tomorrow | today / the next day / the following day / Friday |
sumber : http://www.perfect-english-grammar.com/reported-speech.html
Langganan:
Postingan (Atom)